BAGI mereka yang belum menikah, duduk di pelaminan dengan pasangan yang ideal adalah hal yang diidam-idamkan. Akan tetapi mendapatkan pasangan yang ideal bukanlah hal yang mudah tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil.

Hampir setiap orang mendambakan menjadi pasangan ideal seideal Nabi Muhammad dan Siti Khodijah atau seperti Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad. Kenapa demikian? karena nyaris tidak terdengar dalam rumah tangga keduanya, terdapat konflik rumah tangga. Yang ada hanya kebahagiaan yang meliputi mereka.


Lalu timbul pertanyaan seideal apakah kedua pasangan itu? Apakah seluruhnya serba ideal atau ada sisi duniawi atau manusiawi yang dalam pandangan umum sebenarnya kurang ideal?

Kita tentu sudah paham bahwa ketika menikah dengan Khodijah, Nabi Muhammad saat itu sebagai pemuda yang sederhana dan belum memiliki pekerjaan mapan. Pemuda demikian pada umumnya kurang diminati oleh kaum wanita yang ingin membina rumah tangga. Begitu juga dengan Khodijah. Saat menikah dengan Muhammad SAW, Khodijah sudah tidak dalam kondisi muda lagi, ia sudah berusia 40 tahun saat menikah dengan Nabi kita. Selain itu, Khodijah juga bukan lagi seorang gadis melainkan seorang janda yang telah menikah 2 kali. Kriteria tersebut tidak dapat dikatakan ideal dan tentunya kurang diminati oleh pemuda. Sebab, pada umunya, pemuda akan lebih memilih seorang gadis perawan untuk ia nikahi.

Selain perbedaan diatas, selisih perbedaan usia keduanya pun terpaut jauh. Khadijah lebih tua 15 tahun dibanding Nabi Muhammad SAW. Perbedaan usia ini dalam kacamata umum tentu sangat jauh dari kata ideal.

Begitu juga dengan Fatimah dan Ali r.a. Jika dilihat dari pandangan umum, keduanya terlihat tidak ideal. Bagaimana tidak, Fatimah sebagai putri seorang pemimpin yang kekuasaannya sangat luas, tentu idealnya menikah dengan seseorang yang sangat kaya raya. Tetapi ternyata, suaminya adalah seorang pemuda sederhana. Malah, menurut riwayat, saking sederhananya, Ali terpaksa menjual baju besinya karena memang tidak punya harta lain untuk mahar pernikahannya.

Lihatlah, jika dilihat dalam kacamata umum, kedua pasangan itu ternyata tidak ideal. Namun semua kekurangan sifat duniawi tersebut menjadi tidak berarti sama sekali, tetapi justru mereka bisa saling melengkapi satu sama lain, manakala masing-masing ruhnya memiliki kualitas yang sekufu.

Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang bergelar Al Amin memang paling cocok dan sangat ideal jika didampingi oleh wanita yang mendapat julukan wanita suci. Sama halnya dengan Fatimah yang bergelar penghulu wanita surga hanya cocok bersanding dengan pemuda yang dicintai Allah dan Rasulnya. Oleh karena itu, kriteria ideal seperti yang dicontohkan kedua pasangan itu lebih mengacu pada keimanan dan ketakwaan. Karena begitu idealnya, maka Allah menyatukan hati keduanya sehingga bisa saling mengerti dan menerima kekurangan masing-masing.

Yang namanya ideal tidak harus semuanya serba sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah. Maka menginginkan jodoh yang sempurna, adalah hal yang mustahil. Ideal tidak mesti sempurna dalam segala hal. Meski memiliki kekurangan tetapi kita bisa menerima bahkan bisa saling melengkapi, maka itulah dikatakan pasangan ideal. Yang terpenting adalah kedunya memiliki ketakwaan kepada Allah.

Sumber: Agar Jodoh Idaman Berlabuh di Pelaminan/Karya: Mas Udik Abdullah/ Penerbit: Pro U Media

 
Nada Ekanova Atasya © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top