Hampir di tiap film yang kita tonton, adegan melahirkan sselalu ditandai dengan suara tangisan bayi. Ini tentu bukan tanpa alasan. Saat lahir, rupanya, bayi memang harus menangis. Semua ibu pasti tahu, itu merupakan pertanda ssistem pernapasan si bayi kali pertama berfungsi.
Menurut dr. Agus Harianto SpA(K) dari Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD dr. Soetomo, bayi dikatakan mengalami asfiksia jika saat lahir tidak bernapas secara spontan, adekuat, dan teratur. Ditambahkannya, selain tangis yang menandai berfungsinya sistem pernaapasan, hal lain adalah denyut jantung, refleks, warna kulit, dan kekuatan otot. Jika bayi mengalami gangguan pernapasan, suplai oksigen ke jaringan dan organ tubuh akan terganggu. Akibatnya, terjadi penumpukan karbon diokssida, tetapi kekurangan oksigen sehingga darah akan menjadi asam. Padahal, normalnya keasaman atau pH darah adalah sekitar 7,35-7,45.
Pertanyaannya, mengapa bayi mengalami asfiksia? Dr. Agus menyebutkan tiga penyebabnya : sebelum persalinan, selama persalinan, dan ssetelah persalinan.
Sebelum persalinan. Yang dapat menyebabkan asfiksia sebelum persalinan antara lain diabetes gestasional (diabetes kehamilan) dan preeklamsia (keracunan kehamilan). Preeklamsia ditandai dengan peningkatan tekanan darah, pembengkakan, dan terjadinya proteinuria.
Asfiksia juga dapat terjadi jika bayi mengalami kelainan bawaan sejak dalam kaandungan, prematur, kehamilan kelebihan bulan, dan malnutrisi di dalam kandungan (intrauterine growth retardation).
Selama persalinan. Bayi juga dapat mengalami kesulitan bernapas jika ia lahir sungsang dan jalan lahir ibu sempit. Penekanan tali pusar oleh bagian tubuh bayi, bayi kembar, bentuk rahim tidak normal, dan tumor di rahim juga dapat mengganggu pernapasaan bayi. Bahkan, asfiksia juga dapat terjadi jika plasenta atau ari-ari lepas lebih dulu dan bayi terlilit tali pusar. Kejadian demikian dikenal dengan istilah kalung usus.
Setelah persalinan. Resiko asfiksia, rupanya tidak berakhir dengan sendirinya setelah bayi lahir. Setelah lahir, asfiksia dapat terjadi jika bayi menderita penyakit paru berat, ada tumor di paru, terjadi kelainan jantung atau si bayi menderita sepsis. 24 jam. Meski asfiksia diartikan kesulitan napas di sekitar kelahiran, bayi dengan asfiksia tidak hanya mengalami gangguan pernapasan. Asfiksia juga mempengaruhi semua sistem tubuh. Gangguan organ akibat asfiksia dapat timbul 12-24 jam pertama setelah persalinan. Organ yang paling sering mengalami gangguan adalah otak dengan gejala utama kejang.
Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan pembengkakan otak. Jika proses ini berlanjut, maka akan terjadi penyusutan volume (atropi) otak. Aakhirnya, ukuran otaak menjadi lebih kecil daripada ukuran normal. Kondisi ini disebut mikrosefali. Selain itu, otak juga dapat membubur (periventrikulerlekomalacia), terutama jika asfiksia terjadi pada bayi prematur dengan kelainan jantung. Dampak lain asfiksia adalah dapat menyebabkan pendarahan otak dan hidrosefalus. Jika terjadi pendarahan otak, maka bay dapat mengalami kelumpuhan tipeplastik (kaku). Kelumpuhan dapat mengenai dua anggota gerak atau keempat anggota gerak.
Organ lain yang dapat terpengaruh oleh kekurangan oksigen adalah jantung, ginjal, hati, saluran pencernaan, sistem peredaran darah, paru-paru dan sumsum tulang. Gangguan jantung dan sistem peredaran darah umumnya ditandai dengan penurunan tekanan darah dan gagal jantung akibat pembendungan.
Gangguan ginjal ditandai dengan jumlah kencing yang sangat sedikit. Jumlah air kencing penderita kurang dari 1 ml/kg berat badan per jam dianggap pertanda gangguan ginjal. Jika jumlah air kencing hanya setengah ml/kg berat badan per jam atau kurang dari itu, maka gangguan ginjal termasuk kategori berat.
Jika hati terganggu, maka proses pengolahan makanan dan pembentukan bahan pembekuan darah akan terganggu. Salah satu tandanya, bayi menjadi kuning.
Sumber : Jawa Pos,